SISTEM PAJAK INDONESIA
I.
PENDAHULUAN
Asas Pemungutan Pajak menurut Adam Smith
1. Equality
Pemungutan pajak harus bersifat final, adil, dan
merata, ability to pay dan sesuai
dengan manfaat yang diterima. Adil dimaksudkan bahwa setiap wajib pajak
menyumbangkan uang untuk pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingan
dan manfaatnya.
2. Certainly
Penetapan pajak itu tidak ditentukan
sewenang-wenang. Oleh karena itu, wajib pajak harus mengetahui secara jelas dan
pasti pajak yang terutang, kapan harus dibayar serta batas waktu pembayaran.
3. Convenience
Wajib Pajak itu harus membayar pajak sebaiknya
disesuaikan dengan saat-saat yang tidak menyulitkan wajib pajak, misalnya pada
saat memperoleh penghasilan atau disebut
pay as you earn.
4. Economy
Secara ekonomi biaya pemungutan dan biaya pemenuhan
kewajiban pajak bagi wajib pajak diharapkan seminimal mungkin, demikian pula
beban yang dipikul wajib pajak.
5. Asas Keadilan
Asas keadilan dalam prinsip perundang-undangan
pajak maupun dalam pelaksanaanya harus dipegang teguh, walaupun keadilan itu
sangat relatif.
Asas Pemungutan Pajak menurut Falsafah Hukum,
Yuridis, dan Ekonomis
1. Asas menurut Falsafah Hukum
Hukum pajak harus berdasarkan pada keadilan.
Selanjutnya keadilan inilah sebagai asas pemungutan pajak.
2. Asas Yuridis
Untuk menyatakan suatu keadilan, hukum pajak harus
memberikan jaminan hukum kepada negara atau warganya. Oleh karena itu, pemungutan
pajak harus didasarkan pada undang-undang. Landasan hukum pemungutan pajak di
Indonesia adalah UUD 1945
3. Asas Ekonomis
Asas ekonomi ini lebih menekankan pada pemikiran
bahwa negara menghendaki agar kehidupan ekonomi masyarakat terus meningkat.
Untuk itu, pemungutan pajak harus diupayakan tidak menghambat kelancaran
ekonomi.
II.
SISTEM PAJAK
Menyikapi
peningkatan target penerimaan pajak yang sangat tinggi, mau tidak mau
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) harus melakukan upaya luar biasa guna menggali
setiap potensi pajak dalam perekonomian, baik itu melalui kebijakan pajak (tax
policy) maupun administrasi pajak (tax administration). Aspek
kebijakan pajak mencakup pemahaman tentang siapa yang dipajaki, apa yang
dipajaki, dan berapa besar pajaknya, sedangkan konsep administrasi pajak adalah
pemahaman tentang bagaimana cara pemajakannya.
Sesuai
dengan Pasal 23A Undang Undang Dasar tahun 1945, kedua aspek perpajakan
tersebut diatur melalui beberapa Undang-Undang, antara lain: Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-Undang tentang Pajak
Penghasilan, dan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah. Secara konseptual, penggalian potensi pajak dalam upaya mendorong
penerimaan dapat ditempuh dengan meninjau kembali siapa dan apa yang dipajaki,
berapa yang dipajaki dan bagaimana cara memajakinya.
Mengacu
kepada Undang-Undang, DJP adalah entitas yang mendapatkan mandat untuk
mengelola administrasi perpajakan secara nasional (saat ini pengelolaan tax
policy berada Badan Kebijakan Fiskal).
Menurut
IBFD Handbook on Tax Administration, pengelolaan administrasi perpajakan
mencakup penentuan visi, penentuan rencana strategis dan tujuan operasional,
manajemen resiko, manajemen operasional dan manajemen kinerja, serta manajemen
terhadap proses-proses lainnya yang mendukung sebuah sistem pajak beroperasi dengan
efektif dan efisien. Bagi DJP, peranan sebagai sebuah tax administrator tersebut
dirumuskan dalam tiga fungsi utama DJP yaitu:
- fungsi Pelayanan yang mencakup
mencakup bagaimana DJP menyediakan layanan yang lebih cepat, lebih mudah,
dan lebih murah bagi Wajib Pajak (WP);
- fungsi Pengawasan yang memastikan
bahwa semua WP memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
perpajakan yang berlaku;
- fungsi Penegakan Hukum yang
memastikan bahwa ketentuan pajak diterapkan dengan adil bagi semua WP,
sanksi diterapkan untuk pelanggar, dan sebuah sistem deteksi
ketidakpatuhan berjalan. Ketiga fungsi tersebut tidak berdiri sendiri dan
harus didukung fungsi lainnya dalam operasional DJP, seperti fungsi
pengelolaan organisasi dan sumber daya manusia, teknologi informasi dan
komunikasi, hubungan masyarakat, serta fungsi lainnya
Unsur penting dalam sistem pemungutan
pajak adalah:
1.
Unsur kebijakan pajak (tax policy)
2.
Administrasi Perpajakan (Tax
Administration)
A.
TAX POLICY (REGULATION)
Berdasarkan Pasal 23A UUD 1945 : “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk
keperluan negara diatur dengan undang-undang”. Sehingga segala tindakan
yang menempatkan beban kepada rakyat harus ditetapkan dengan UU melalui
persetujuan DPR.
Hukum Pajak merupakan bagian dari
Hukum Publik, mempunyai ruang lingkup yang luas dan memuat unsur Hukum Pidana
dan Peradilan seperti yang termuat dalam UU No. 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak, memuat unsur Hukum Perdata seperti penghasilan, kekayaan,
perjanjian penyerahan hak, dan lain-lain.
Beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
- Pemungutan pajak yang dilakukan
oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya
- Jaminan hukum bagi para wajib
pajak untuk tidak diperlakukan secara umum
- Jaminan hukum akan terjaganya
kerasahiaan bagi para wajib pajak
B.
ADMINISTRASI PERPAJAKAN
1.
Pengertian Administrasi
Perpajakan
Untuk dapat
mengimplementasikan pemungutan pajak sesuai
dengan ketentuan pajak maka harus
dilakukan melalui administrasi pajak. Gunadi (2005) memaparkan pengertian
tentang administrasi perpajakan sebagai berikut: “Semua
kegiatan administrasi terlihat dalam kegiatan catat-mencatat, namun demikian administrasi
pajak adalah bukan kegiatan catat-mencatat biasa akan tetapi catat-mencatat
sebagaimana yang dipandu dan yang dikehendaki oleh peraturan
perundang-undangan. Jadi pengertian administrasi pajak adalah bagian dari
pelaksanaan hukum formal di bidang perpajakan dalam rangka menjalankan fungsi
pelayanan, pengawasan dan pembinaan, karena administrasi perpajakan melalui
pelaksanaan tata usaha perpajakan dan sarananya timbul bukan karena hasil
imaginasi ataupun rekaan dari para penyelenggara, akan tetapi disusun sebagai
kehendak ketentuan formal perpajakan untuk melaksanakan misi menjadikan
ketentuan material perpajakan suatu kenyataan yang baik dan benar. Sebagai
salah satu instrumen pelaksanaan di bidang perpajakan dalam rangka menjalankan
fungsi pelayanan masyarakat, pengawasan masyarakat dalam rangka pelaksanaan
kewajiban perpajakan, dan pembinaan dari pelaksanaan pengawasan dimaksud.”
Selanjutnya
Gunadi (2005) menambahkan bahwa administrasi pajak bukan hanya merupakan
kepentingan dari negara sebagai pemungut pajak, akan tetapi juga merupakan
kepentingan dan hak dari para Wajib Pajak agar segala pelaksanaan kewajiban dan
hak-hak perpajakannya ditatausahakan dengan baik dan benar. Oleh karena itu
penyimpangan tata usaha perpajakan dari ketentuan peraturan perundang-undangan
akan menimbulkan persengketaan dengan masyarakat dan khususnya masyarakat Wajib
Pajak.
2. Kedudukan
Administrasi Perpajakan dalam Mekanisme Hukum Pajak
Dalam sistem
perpajakan yang menganut self assessmen, ketentuan formal sebagai hukum
acara perpajakan menduduki posisi yang sangat penting karena sistem hukum
meletakkan pelaksanaan kewajiban perpajakan sebagai pelaksanaan kewajiban
kenegaraan kepada Wajib Pajak. Oleh karena itu, pelaksanaan ketentuan formal
oleh aparatur pajak dapat pula dikatakan bahwa aparatur tersebut sedang
beracara dengan Wajib Pajak.
Fungsi Wajib
Pajak adalah sebagai pelaksana kegiatan kewajiban perpajakan atau rowing.
Sedangkan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagai ketentuan
formal perpajakan dalam pelaksanaan hukum dengan sendirinya tidak dapat
dilakukan begitu saja, namun memerlukan suatu alat atau instrumen pelaksanaan
berupa Tata Usaha Perpajakan (sebagai pelaksanaan hukum acara dibidang
administrasi perpajakan), pemeriksaan pajak (sebagai pelaksanaan hukum acara
dibidang pemeriksaan pajak), penagihan pajak (yaitu hukum acara penagihan
pajak) dan Peradilan Pajak (yaitu hukum acara peradilan pajak).
3. Sasaran
Administrasi Perpajakan
Sasaran
administrasi perpajakan adalah administrasi perpajakan harus mampu
merealisisasikan potensi pajak menjadi penerimaan pajak secara maksimal.
Parameter
efektifitas administrasi perpajakan selanjutnya diukur dari seberapa optimal
sasaran tersebut dapat dicapai. Dalam rangka mencapai sasaran tersebut, Kantor
Pelayanan Pajak melakukan kegiatan berupa:
a.
Ekstensifikasi WP,
b.
Kegiatan intensifikasi pajak,
c.
law enforcement kepada Wajib Pajak yang melakukan pelanggaran,
serta mewujudkan kepatuhan Wajib Pajak.
Oleh karena
itu, indikator utama efektifitas administrasi perpajakan yaitu merealisasikan
target penerimaan pajak, menjaring Wajib Pajak baru melalui kegiatan
ekstensifikasi pajak, intensifikasi pemungutan pajak, dan kinerja dalam menciptakan kepatuhan Wajib
Pajak.
4. Administrasi
Perpajakan yang Efektif
Administrasi perpajakan ialah
cara-cara atau prosedur pengenaan dan pemungutan pajak. Bagi Rapina dkk (2011),
administrasi perpajakan dalam arti sempit merupakan penatausahaan dan pelayanan
atas hak-hak dan kewajiban-kewajiban pembayar pajak, baik penatausahaan dan
pelayanan yang dilakukan di Kantor Pajak maupun di tempat wajib pajak.
Dalam arti luas, administrasi
perpajakan dipandang sebagai: fungsi, sistem, dan lembaga. Sebagai fungsi, administrasi perpajakan
meliputi fungsi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian
perpajakan. Sebagai suatu sistem,
administrasi perpajakan merupakan seperangkat unsur (subsistem) yaitu peraturan
perundangan, sarana dan prasarana, dan Wajib Pajak yang saling berkaitan yang
secara bersama-sama menjalankan fungsi dan tugasnya untuk mencapai tujuan
tertentu. Sebagai lembaga,
administrasi perpajakan merupakan institusi yang mengelola sistem dan
melaksanakan proses pemajakan.
Administrasi perpajakan
merupakan tahapan-tahapan atau langkah-langkah yang dilakukan dalam upaya
memungut potensi pajak yang ada menjadi penerimaan riil, terdiri dari tahapan
aktivitas menentukan wajib pajak, menetapkan nilai kena pajak dan membukukan
penerimaan. Safri Nurmantu (2003) menyatakan bahwa administrasi perpajakan
sebagai prosedur meliputi tahap-tahap pendaftaran Wajib Pajak (tax payer),
penetapan dan penagihan.
Administrasi memegang peranan
penting bagi keberlangsungan suatu sistem perpajakan. Pada kondisi terkini, dan
pengalaman di berbagai Negara berkembang, kebijakan perpajakan (tax policy)
yang dianggap baik (adil dan efisien) dapat saja kurang sukses menghasilkan
penerimaan atau mencapai sasaran lainnya karena administrasi perpajakan tidak
mampu melaksanakannya.
Menurut Carlos A. Silvani (1992) seperti dikutip Gunadi,
administrasi pajak dikatakan efektif bila mampu mengatasi masalah-masalah:
1) Wajib Pajak yang tidak terdaftar (unregistered
taxpayers).
Artinya sejauh mana administrasi pajak mampu mendeteksi dan
mengambil tindakan terhadap anggota masyarakat yang belum terdaftar sebagai
Wajib Pajak walau seharusnya yang bersangkutan sudah memenuhi ketentuan untuk
menjadi Wajib Pajak. Penambahan jumlah Wajib Pajak secara signifikan akan
meningkatkan jumlah penerimaan pajak. Penerapan sanksi yang tegas perlu
diberikan terhadap mereka yang belum mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak padahal
sebenarnya potensial untuk itu.
2) Wajib Pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan
(SPT).
Menyikapi Wajib Pajak yang sudah terdaftar tetapi tidak
menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT), atau disebut juga stop filing
taxpayers, misalnya dengan melakukan pemeriksaan pajak untuk mengetahui
sebab-sebab tidak disampaikannya Surat Pemberitahuan (SPT) tersebut. Kendala
yang mungkin dihadapi adalah terbatasnya jumlah tenaga pemeriksa.
3) Penyelundup pajak (tax evaders)
Penyelundup pajak (tax evaders) yaitu Wajib Pajak yang
melaporkan pajak lebih kecil dari yang seharusnya menurut ketentuan
perundang-undangan. Keberhasilan sistem self assessment yang memberi
kepercayaan sepenuhnya kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor,
dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, sangat tergantung dari kejujuran
Wajib Pajak. Tidak mudah untuk mengetahui apakah Wajib Pajak melakukan
penyelundupan pajak atau tidak. Dukungan adanya bank data tentang Wajib Pajak
dan seluruh aktivitas usahanya sangat diperlukan.
4) Penunggak pajak (delinquent tax pavers).
Dari tahun ke tahun tunggakan pajak jumlahnya semakin besar.
Upaya pencairan tunggakan pajak dilakukan melalui pelaksanaan tindakan
penagihan secara intensif.
Toshiyuki (2001) seperti dikutip Gunadi menyatakan bahwa
untuk mencapai hal tersebut, disyaratkan beberapa kondisi administrasi
perpajakan seperti berikut:
- Pertama, administrasi pajak harus
dapat mengamankan penerimaan negara.
- Kedua, harus berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan transparan.
- Ketiga, dapat merealisasikan
perpajakan yang sah dan adil sesuai ketentuan dan menghilangkan
kesewenang-wenangan, arogansi, dan perilaku yang dipengaruhi kepentingan
pribadi.
- Keempat, dapat mencegah dan
memberikan sanksi serta hukuman yang adil atas ketidakjujuran dan
pelanggaran serta penyimpangan.
- Kelima, mampu menyelenggarakan
sistem perpajakan yang efisien dan efektif.
- Keenam, meningkatkan kepatuhan
pembayar pajak.
- Ketujuh, memberikan dukungan
terhadap pertumbuhan dan pembangunan usaha yang sehat masyarakat pembayar
pajak.
- Kedelapan, dapat memberikan
kontribusi atas pertumbuhan demokrasi masyarakat
5. Administrasi
perpajakan harus mampu menyelenggarakan sistem Perpajakan yang efisien dan
efektif. Administrasi perpajakan umumnya disebut efektif apabila dapat
meminimalkan penghindaran, penyelundupan, pengemplangan dan penyalahgunaan
instrumen perpajakan untuk membobol uang negara. Selanjutnya, administrasi
dapat dikatakan efisien apabila pencapaian penerimaan dilakukan dengan
pengorbanan yang optimal.
6. Administrasi perpajakan harus dapat meningkatkan
kepatuhan pembayar pajak. Sesuai dengan sistem self assesment, kepatuhan
ini meliputi kemauan dan kesadaran masyarakat untuk mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP, menyampaikan SPT dengan perhitungan yang lengkap dan benar,
dan membayar pajak berdasar jumlah yang sebenamya dan tepat waktu;
7. Administrasi
perpajakan harus dapat memberikan dukungan terhadap pertumbuhan dan pembangunan
usaha yang sehat masyarakat pembayar pajak. Hal ini dapat dilaksanakan misalnya
dengan mengeliminasi unnecessary burden kepatuhan dan administrasi
perpajakan atas dunia bisnis dan investasi.
Ukuran yang dipakai untuk
mengukur efektifitas administrasi perpajakan adalah bahwa suatu administrasi
perpajakan mampu untuk meningkatkan kepatuhan pajak sukarela, menerapkan
prinsip-prinsip self assessment, menyediakan informasi kepada Wajib
Pajak, mempunyai kecepatan dalam menemukan masalah-masalah yang berhubungan
dengan SPT dan pembayaran, meningkatkan kontrol dan supervisi, memberikan
sanksi perpajakan yang tepat. Sedangkan instrumen operasional yang dapat
digunakan untuk mengukur efektivias administrasi antara lain, berupa intensitas
ekstensifikasi pajak, intensitas intensifikasi pajak dan terwujudnya kepatuhan
Wajib Pajak. Demikian juga penelitian Noch dalam Rapina (2011), menyimpulkan
bahwa penerapan ekstensifikasi, penerapan intensifikasi serta kepatuhan Wajib
Pajak berpengaruh terhadap tingkat penerimaan pajak penghasilan orang pribadi.
Berdasarkan kesimpulan dalam penelitian tersebut, efektifitas administrasi
pajak juga dapat diukur dari penerapan ekstensifikasi, penerapan intensifikasi,
penegakan hukum pajak (law enforcement), kepatuhan Wajib Pajak serta
aspek perpajakan lainnya.
Pendapat di atas menunjukkan
bahwa ukuran efektifitas administrasi perpajakan tidak hanya diukur dari
optimalisasi penerimaan pajak. Demikian juga pengukuran penerimaan pajak yang
optimal sulit untuk dilakukan pengukuran, sehingga pada umumnya dilakukan
dengan mengukur apakah realisasi penerimaan sesuai dengan target yang
direncanakan. Oleh karena itu, terealisasinya target penerimaan pajak yang
merupakan sasaran utama, bukan satu-satunya sasaran administrasi perpajakan.
III.
EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN
PAJAK
Efektivitas
Pemungutan Pajak - Dalam rangka mencapai penerimaan dari sektor pajak yang
optimal, menurut Devas (1989:143), pajak itu harus mencapai atau memberikan,
“Hasil guna (effectiveness) dan daya guna (efficiency)”.
Menurut Ikhsan dan
Salomo (2002 :120) : Pada dasarmya efektivitas digunakan untuk
menunjukan suatu keberhasilan suatu usaha atau kegiatan dalam rangka mencapai
sasaran yang telah ditetapkan. Efektivitas pemungutan pajak dengan demikian
merupakan gambaran dari kemampuan organisasi pemungut pajak untuk mencapai
sasaran yang telah ditetapkan, yakni jumlah penerimaan pajak yang telah
direncanakan.
Dengan demikian efektivitas pajak (Tax
Effectiveness) merupakan ukuran yang dapat dipergunakan untuk menilai
administrasi perpajakan daerah secara keseluruhan.
Secara oprasional efektivitas pajak
dapat dihitung dengan mengunakan rumus Tax perfomance index (TPI), yakni hasil
bagi antara realisasi penerimaan pajak dengan target penerimaan pajak. Semakin
besarnya angka TPI menunjukkan semakin efektifnya pemungutan pajak dikaitkan
dengan sasaran atau target yang akan diperoleh.
IV.
FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK
1.
Peraturan perundang-undangan
Peraturan pajak yang baik adalah
ketentuan yang jelas tidak multitafsir, mudah dipahami, dan sederhana
dilaksanakan
2.
Jumlah Wajib Pajak dan tingkat kepatuhan
3.
Cakupan Objek Pajak
4.
Kelembagaan administrasi perpajakan
Transformasi kelembagaan administrasi perpajakan (DJP)
terus dilakukan untuk meningkatkan penerimaan pajak, sebagai berikut:
a.
Ekstensifikasi, meliputi:
sinkronisasi NPWP dengan e-KTP untuk mendukung kegiatan ekstensifikasi,
penyederhanaan persyaratan pajak bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) demi
mendorong pendaftaran UKM, serta kewajiban penggunaan NPWP dalam bertransaksi
bagi UKM;
- Pelaporan dan pemrosesan
SPT, meliputi: digitalisasi pelaporan dan pengolahan semua jenis SPT,
implementasi SPT Pajak Pertambahan Nilai (PPN) secara elektronik akan
diwajibkan, peningkatan Data Processing Center (DPC) dan pengiriman
semua SPT format kertas ke DPC, serta SPT elektronik (e –filing)
disediakan untuk semua jenis pajak;
- Konsultasi dan pemeriksaan wajib
pajak, meliputi: pemisahan peran Account Representative
menjadi peran Account Representative pelayanan dan Account
Representative pengawasan;
- Estimasi potensi, meliputi:
penyusunan sebuah model risiko kepatuhan terpusat akan menggantikan
pendekatan estimasi potensi bottom-up saat ini;
- Model risiko
kepatuhan, meliputi: penyusunan prosedur penilaian risiko baru akan
dilaksanakan untuk menilai tingkat risiko wajib pajak, dan penyesuaian
proses bisnis dengan selayaknya (seleksi pemeriksaan, prosedur penagihan,
dan penawaran layanan masa depan). Quality assurance akan diperkuat
guna memvalidasi temuan dari model risiko kepatuhan terpusat yang
digunakan;
- Pemeriksaan, penagihan dan
penyidikan, meliputi: penerapan selective audit untuk
meningkatkan audit coverage ratio dan mengurangi jangka waktu
pemeriksaan. Proses akan disederhanakan melalui pemeriksaan standar dan
manual penagihan, serta tools pendukung (Compliance Risk
Management);
- Layanan, meliputi: perluasan
channel layanan baru bagi WP melalui penambahan format KPP untuk
meningkatkan jangkauan, perluasan layanan, penambahan saluran non-fisik
(seperti website dan call center), termasuk pembentukan kapasitas call
center outbound.
5.
Lingungan politik, hukum, ekonomi, social budaya,
nasional dan regional
V.
MANAJEMEN PENGELOLAN
PEMUNGUTAN PAJAK
Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam pencapaian
tujuan dalam pemungutan pajak diperlukan
suatu proses/seni/kerangka kerja. POAC+E (planning, Organizing, Actuating, Controlling plus Empathy) merupakan
langkah dalam manajemen yang efektif.
a.
Planning à Planning meliputi pengaturan
tujuan dan mencari cara bagaimana untuk mencapai tujuan tersebut. Planning telah dipertimbangkan sebagai
fungsi utama manajemen dan meliputi segala sesuatu yang manajer kerjakan. Di
dalam planning, manajer memperhatikan
masa depan, mengatakan “Ini adalah apa yang ingin kita capai dan bagaimana kita
akan melakukannya”.
b.
Organizing à proses dalam memastikan kebutuhan manusia dan fisik setiap
sumber daya tersedia untuk menjalankan rencana dan mencapai tujuan yang
berhubungan dengan organisasi. Organizing
juga meliputi penugasan setiap aktifitas, membagi pekerjaan ke dalam setiap
tugas yang spesifik, dan menentukan siapa yang memiliki hak untuk mengerjakan
beberapa tugas
c.
Actuating à Actuating adalah peran pimpinan untuk mengarahkan pekerja yang sesuai dengan tujuan
organisasi. Actuating adalah
implementasi rencana, berbeda dari planning
dan organizing. Actuating membuat urutan rencana menjadi tindakan dalam dunia
organisasi. Sehingga tanpa tindakan nyata, rencana akan menjadi imajinasi atau
impian yang tidak pernah menjadi kenyataan.
d.
Controlling à memastikan bahwa kinerja sesuai dengan rencana. Hal ini
membandingkan antara kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan. Jika
terjadi perbedaan yang signifikan antara kinerja aktual dan yang diharapkan,
manajer harus mengambil tindakan yang sifatnya mengoreksi. Misalnya
meningkatkan periklanan untuk meningkatkan penjualan.
Hal yang
tidak kalah penting dan mungkin yang menentukan keberhasilan 4 proses di atas
adalah adanya Empathy.
Empati adalah kemampuan dengan berbagai definisi yang berbeda yang
mencakup
spektrum
yang luas, berkisar pada orang lain yang menciptakan keinginan untuk menolong
sesama, mengalami emosi yang serupa dengan emosi orang lain, mengetahui apa
yang orang lain rasakan dan pikirkan, mengaburkan garis antara diri dan orang
lain.
Empati meliputi perasaan memiliki, saling mendukung, saling
mengingatkan, saling menguatkan.
By: Yana
Setiana untuk Bapak Kami